Sepanjang wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, terdapat bentuk pemisah antara nasional dan teritori yang dapat dibuat dan diolah seluruhnya dalam geografi politik baru. Hal yang dimaksud adalah batas. Meskipun tidak ada wewenang, tetapi tidak layu. Karena mereka merupakan bentuk dominan dari pemandangan politik. Negara merupakan sebagai dasar, legitimasi, dan unit yang universal dari organisasi geografi politik di Timur Tengah dan Afrika Utara. Didalamnya terdapat integrasi nasional yang melindungi dan menjamin teritori dan masyarakat. Integrasi nasional bergantung pada kekuatan relatif dari kekuatan sentrifugal, yang memisahkan negara dan memperbesar perpecahan, serta kekuatan sentripetal, yang mempersatukan dan mengikat bersama.
Konsep negara dan bangsa sering salah pengertian dan tertukar. Negara adalah bentuk yang legal, ada entitas politik, dan punya entitas territorial yang jelas. Sedangkan bangsa merupakan entitas kelompok atau lebih gampang diartikan sebagai kelompok masyarakat besar yang layak dengan budaya bersama, sifat kepentingan yang sama seperti agama, bahasa, institusi politik, nilai, dan pengalaman sejarah. Tidak ada bangsa yang mempunyai negara sendiri, begitupula negara yang tidak ditinggali oleh satu bangsa. Negara dan negara-bangsa bukan persamaan. Itu berarti bahwa proses integrasi terlibat dalam pembangunan bangsa dalam negara atau membentuk negara-bangsa.
Tidak ada satu kekuasaan terbesar yang menghambat integrasi nasional di Timur Tengah dan Afrika Utara daripada geografi yang sebanding antara negara dan bangsa. Dalam hubungannya, sering diasumsikan bahwa pertumbuhan kapitalisme ekonomi, modernisasi, perkembangan komunikasi, dan kenaikan spatial dan interaksi sosial mengurangi kesatuan subnasional dan menggantikan mereka dengan kesadaran dan identitas nasional sendiri.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh integrasi nasional pada perkembangan negara di Timur Tengah, maka kita harus membahas mengenai budaya politik, dimana keduanya saling mempengaruhi. Konsep budaya politik telah digunakan secara luas sebagai alat untuk menginterpretasikan tingkah laku politik. Dalam penggunaan biologi, budaya merupakan kehidupan organism yang medium. Sifat medium itu akan mempengaruhi kelangsungan hidup dan tingkah laku dari organism itu. Budaya dalam aplikasi sosial berarti kumpulan dari kepercayaan adat, kekuatan sosial, dan sifat material yang terdapat dalam tradisi yang berbeda pada kelompok sosial. David Easton mengatakan bahwa wewenang politik nilainya adalah “ who gets what, whem, and how”. Kepercayaan, kekuatan, dan sifat yang terdapat pada budaya sosial sangat mempengaruhi proses sosial politik. Bahkan aspek budaya yang tidak terlihat secara langsung dalam politik seperti sifat mnusia, juga mempengaruhi tingkah laku politik. Analisis budaya politik Arab seperti karakter diatas inilah yang akan dibahas lebih lanjut untuk mengetahui masalah legitimasi dalam politik Arab. Sidney Verba menyatakan dimensi dari budaya politik adalah kepercayaan bersama tentang identitas nasional dengan masyarakat tetangga mengenai output pemerintahan dan proses pengambilan keputusan.
Bangsa itu berada dalam tujuan yang kolektif dari kelompok orang untuk tinggal bersama dalam satu komunitas. Dalam dunia Arab terdapat hubungan dekat secara berkala dalam identitas bersama. Contohnya identitas nasional dari Jordania dan Kurds yang diwarnai dengan tribalism, Saudi Arabia dan Libia dengan symbol islamnya. Bangsa Arab sebagai kelompok individual dengan prinsip bangsa Arab yang muncul menjadi kesadaran bersama dalam sejarah yang sama serta budaya dan bahasa yang berbeda.
Tanda dari identitas modern Arab yaitu dalam dimensi etnik, bahasa Arab dan budaya, serta dalam dimensi agama, adalah Islam. Kedua dimensi ini, penduduk Arab sangat berlimpah dan homogen. Etnografer melihat bahasa sebagai kunci karakteristik dari komunitas etnik, meskipun fisik, warna kulit, dan pengalaman sejarah yang sama itu juga penting. Berdasarkan Atlas, negara Arab merupakan penduduk paling homogeny di dunia, hanya Sudan (dengan propinsi bukan Arab selatan), Moroko, dan Algeria ( dengan komunitas Berber mereka), serta Iraq ( dengan populasi Kurdishnya) yang rata-rata runtuh. Sisanya, mesir, Jordania, Saudi Arabia, Yemen, dan revolusi Libya yang hampir sepenuhnya dalam budaya dalm bahasa Arab, dan banyak etnik kecik yang minoritas ditemukan, seperti Lebanon, Syria, Tunisia, Kuwait, dan negara Gulf. Dunia Arab sekarang juga terdapat kaum Islam yang sangat berlimpah. Hanya ada beberapa kelompok minoritas Kristen yang penting seperti di Syria, Jordania, Mesir, dan komunitas Paleastina. Dan banyak muslim yang ditemukan di negara Arab kecuali Sudan dan Lebanon.
Ditengah pluralism budaya di Timur Tengah, seperti budaya, bahasa, identitas, kelompok, maupun agama, pengaruh integrasi nasional cukup berperan. Karena dengan adanya integrasi nasional, maka kesatuan dari identitas yang telah dibangun di negara Timur Tengah khususnya Arab menjadi lebih kokoh. Tetapi integrasi nasional yang terjadi di Timur Tengah sekarang ini bersifat sentrifugal, yakni banyak hal yang memisahkan negara dan memperbesar perpecahan. Contoh pluralism yang ada di negara Timur Tengah adalah Mesir dan Libanon. Dimana pemerintahan Mesir adalah diktator, tetapi kondisi masyarakatnya begitu plural dan memungkinkan ada prototipe pluralisme bagi Timur Tengah. Sayangnya, kondisi negara Mesir saat ini tidak sekuat pada era 1950-an hingga pertengahan 1960-an, terutama di bawah pengaruh nasionalisme-Nasserisme. Sementara itu, komposisi masyarakat majemuk di Libanon, dalam kadar tertentu itu merupakan bentuk yang ideal untuk membangun pluralisme. Tetapi sekarang ini kondisi politik Libanon cenderung kisruh dan tidak demokrasi, sehingga terjadi konflik perpecahan dengan Israel. Contoh pluralisme agama yang juga membuat perpecahan. Pada awalnya, Muslim dan Kristen di Timur Tengah memang telah memberikan model ko-eksistensi dan kerjasama historis. Tapi ketika ada ketegangan, baik karena alasan religius atau ketika bahasa dan simbol religius yang sakral dilecehkan untuk alasan-alasan yang lebih duniawi, Timur Tengah dengan mudah memberikan model-model intoleransi, dan tentunya konfrontasi dengan kekerasan. Hal ini menyatakan bahwa integrasi nasional memang diperlukan dengan melihat situasi dan kondisi Timur Tengah sekarang ini. Jika menelaah dari situasi sekarang, sulit untuk dicapai suatu pluralism yang bersolidaritas ditengah perpecahan yang banyak terjadi, sebagai contoh konflik Iran-Iraq, maupun Israel-Palestina. Dan prospek kedepan mengenai integrasi nasional terhadap pluralism budaya yang ada di Timur Tengah bisa menjadi acuan untuk membentuk suatu negara Arab yang lebih bisa menjalin kerjasama terutama menyangkut agama.
Referensi :
Drysdale, A. dan G.H. Blake, 1985. “National Integration: Problems, Processes, and Prospects”, dalam The Middle East and North Africa: A Political Geography. New York: Oxford Univeristy Press, pp. 149-190.
Hudson, Michael C., 1977. “The Elements of Arab Identity”, dalam Arab Poltics: the Search for Legitimacy. New Haven and London: Yale University Press, pp. 33-55.